Melintasi Kosmos

sumber : freepik.com
| sumber : freepik.com

Pada webinar intensif Belajar Bikin Konflik Biar Ceritamu Jadi Seru yang diadakan oleh Kelas Bersama dan Tika Widya, peserta diberikan challenge untuk merancang konflik dalam cerita fiksi menggunakan template yang sudah diberikan dari mentor. Kemudian, peserta belajar menulis narasi sesuai dengan rancangan konflik yang telah dibuat. Dari challenge ini, terpilih 3 pemenang yang karyanya diterbitkan di blog Kelas Bersama.

Berikut karya salah satu pemenang, Fitri Saputra, dengan judul cerita "Melintasi Kosmos"

Rancangan konflik cerita :

Nama Tokoh

Moko

Tujuan

Menyelesaikan misi antariksa dengan sukses.

Tantangan

1. Konflik internal: Moko memiliki ketakutan akan kegagalan dan perasaan tidak percaya diri sebagai Astronot. Misi antariksa ini menguji mental dan emosional Moko untuk membuktikan bahwa semua usaha dan kerja kerasnya selama ini tidaklah sia-sia.


2. Konflik interpersonal: Moko harus bekerja sama dengan dua orang rekan timnya yang memiliki sifat berbeda dengannya. Mereka sering bertabrakan dalam pengambilan keputusan


3. Konflik eksternal: Pesawat luar angkasa Moko mengalami kerusakan mendadak akibat tabrakan dengan meteoroid. 

Kemampuan

Moko memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah, sehingga ia mampu menempatkan rekan timnya sesuai kemampuan mereka masing-masing.

Perubahan

Tekad untuk bisa pulang ke bumi dengan selamat, membuat Moko jadi lebih berani dan percaya diri. Kedua rekan timnya yang keras kepala pun bersedia bekerja sama untuk menyelesaikan misi bersama.

Konsekuensi

Moko dan kedua rekannya harus menjalani pemulihan karena misi antariksa berdampak pada kesehatan fisik dan mental mereka.

Narasi Konflik :

“Pukul kepalanya! atau buat Brig pingsan dengan cara apa pun!” teriak Carter kesal. “Aku muak mendengarnya menangis karena takut mati.”

Moko mengabaikannya dan masih berusaha berkonsentrasi mengirimkan pesan. Di belakangnya, Carter terus mengoceh hingga kehabisan napas.

Di ruang kontrol pesawat luar angkasa, Moko, Carter dan Brig telah mencoba segala cara untuk mengirim pesan darurat ke bumi, namun pesan itu tampaknya terputus di tengah jalan. Semua ini terjadi setelah pesawat mereka mengalami kerusakan mendadak akibat tabrakan dengan meteoroid.

“Sepertinya ada gangguan pada sistem komunikasi. Kita harus mencari solusi lain sebelum pasokan oksigen kita yang terus menipis ini habis,” Moko menjelaskan dengan ekspresi serius sambil menatap kedua rekan timnya.

Carter, yang masih terengah-engah, mengangguk setuju. Brig, yang sebelumnya terduduk lemas sambil menangis, tiba-tiba bangkit dengan tatapan marah pada Moko.

“Memangnya apa yang bisa kita lakukan dengan waktu yang sangat terbatas ini? Kita semua akan mati!” bentak Brig pada Moko sambil menarik kerah bajunya.

Terjebak di dalam pesawat, apalagi di luar angka seperti ini bisa membuat siapa pun menjadi tidak waras. Seolah mengerti perasan Brig, Moko dengan ragu melepaskan tangan Brig dari kerahnya. Kemudian ia berkata serius, “Aku tahu. Setidaknya, aku ingin mati setelah berusaha.”

“… apa?”

“Brig, dan juga… Carter,” Moko bergantian melihat kedua rekan timnya. “Aku ingin kita bertiga kembali ke bumi dengan selamat. Tapi, aku tidak bisa apa-apa kalau sendirian—karena itu, aku mohon bantuan kalian…”

Brig, yang awalnya dipenuhi amarah, merasa tersentuh dengan ucapan Moko yang yang tulus hingga rela menundukkan kepala di hadapan dua rekan timnya. Brig menghela napas panjang dan akhirnya mengangguk. Sementara itu, Carter menepuk pelan bahu kanan Moko sebagai tanda dukungan.

“Kita bertiga pasti akan kembali ke bumi. Kalaupun gagal, setidaknya kita tidak mati sendirian,” ucap Carter yakin.

Biasanya, Moko tidak menyukai cara bicara Carter yang sombong dan menyebalkan, namun kali ini, sikap Carter yang seperti itu justru memberikan kekuatan dan semangat kepada rekan setimnya.

“Nah, Moko, sampai misi antariksa ini selesai, aku yakin kamu bisa memimpin kami dalam situasi ini,” kata Carter.

Brig terdiam sejenak dan berkata, “Ya, Moko. Kami siap mengikuti arahanmu.”

Moko terperangah karena terkejut menerima kepercayaan dari kedua rekannya, “… Kalian bercanda?”

Meski begitu, Moko memutuskan untuk tidak membahasnya lebih lanjut. Mereka tidak sedang berada dalam situasi yang memungkinkan untuk bercanda. Meskipun tertekan dengan tanggung jawab yang diberikan, ia harus menyingkirkan ketakutannya akan kegagalan demi keselamatan tim dan kelancaran misi.

‘Tidak boleh gagal. Misi ini harus berhasil. Bagaimanapun caranya…’ Moko terus membatin, menguatkan dirinya sendiri.

Moko mengepalkan kedua tangannya yang gemetar, berusaha keras untuk menyembunyikan ketakutannya dari kedua rekannya. Dengan hati yang berdebar kencang, ia mulai memberikan arahan dengan suara yang mantap.

“Carter, aku ingin kamu fokus memantau sistem komunikasi dan navigasi pesawat. Pastikan semua sistem terhubung dengan optimal,” ucap Moko dengan tegas. Lalu, ia berpaling pada Brig dan berkata, “Brig, periksa ulang sistem oksigen. Coba cari tahu apakah ada cadangan oksigen yang bisa kita gunakan.”

Moko melanjutkan, “Aku akan memeriksa sistem listrik dan sumber daya pesawat. Setelahnya, kita akan membuat rencana darurat jika pasokan oksigen benar-benar habis.”

Keduanya mengangguk.

Karya Fitri Saputra
Sebagai penugasan di kelas webinar intensif Belajar Bikin Konflik Biar Ceritamu Jadi Seru pada 22 Juni 2024.
Editor : Vanessa Natalie Aritonang