Rahasia Cinta di Perkebunan Cabai (Cerita Pendek)

Rahasia Cinta di Perkebunan Cabai (Cerita Pendek)
| sumber : freepik.com

Pada webinar intensif Langkah Menulis Cerita Pendek untuk Pemula yang diadakan oleh Kelas Bersama dan Tika Widya, peserta diberikan challenge untuk menulis cerita pendek dengan ketentuan dari mentor. Dari challenge ini, terpilih 3 pemenang yang karyanya diterbitkan di blog Kelas Bersama.

Berikut karya salah satu pemenang, Millaty, dengan judul cerita "Rahasia Cinta di Perkebunan Cabai"

***

Bertahun-tahun mengendarai mobil di Jakarta, hari ini Maya memilih menyewa sepeda untuk mengelilingi perkebunan cabai di Jawa Barat. Udara sejuk dan aroma cabai membuatnya rileks. Dia berhenti di salah satu perkebunan, merebahkan tubuhnya di atas tanah yang subur dan tertidur sambil menangis.

Hatinya masih terguncang oleh pengkhianatan partner kerjanya yang paling dia percaya. Kehilangan pekerjaan di perusahaan yang dia bangun sendiri adalah sesuatu yang tak pernah terbayangkan olehnya. Ratusan juta rupiah yang telah diinvestasikannya untuk membangun bisnis itu kini lenyap bersama mimpinya.

Dia tidak lagi berada di gedung pencakar langit di ibukota yang biasanya menjadi simbol ambisi dan kesuksesannya, tapi hari ini dia berada di perkebunan cabai, jauh dari hiruk-pikuk kota.

Panas matahari yang menyengat membangunkannya. Saat membuka mata dengan sisa-sisa air mata, dia melihat seorang pria muda berdiri memandangnya. Silau matahari membuatnya sulit melihat wajah pria itu dengan jelas.

“Kenapa tidur sambil menangis?” tanya pria dengan pakaian ala petani itu.

Maya tersenyum malu, segera bangkit dan merapikan pakaiannya. Saat itulah dia bisa melihat wajah pria itu. Wah, ganteng kayak pemain Drama Korea Jo In Sung, bisiknya dalam hati, membuat jantungnya berdebar-debar.  

Maya Wijaya adalah seorang Creative Director sekaligus Founder sebuah perusahaan advertising terkemuka di Jakarta. Cerdas, kreatif, ambisius dan berdedikasi tinggi dalam pekerjaannya. Banyak klien yang merasa puas dengan hasil karyanya, tapi tak sedikit yang tidak suka dengan “gaya’ Maya.

Sejak kuliah, dia sudah merancang hidupnya dan tiba-tiba rancangan yang nyaris mencapai puncak dihancurkan, dia tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan.

Ucapan salah satu Board of Director (BOD) membuatnya marah. “Maya, kamu harus mundur karena banyak klien yang tidak suka dengan cara kamu menangani brand mereka. Perusahaan ini juga belum make money. Jadi kita akan mengganti Creative Director dari Amerika.”

Maya berteriak dalam hati, “Ini perusahaan lokal, hanya orang lokal yang lebih mengerti pasar bangsanya sendiri. Kenapa harus mengganti pimpinan kreatif dari negara lain, yang pasarnya tentu sangat berbeda.” Tapi mulutnya bisu. Dia tak sanggup mengeluarkan satu katapun.

Sejak kecil Maya telah dididik untuk menjadi pemenang. Dia selalu berada di puncak dalam segala hal, mulai dari sekolah hingga karier. Setelah lulus dari Universitas ternama, dia mendirikan perusahaan advertising yang dengan cepat meraih banyak klien besar. Tapi keberhasilannya tidak datang tanpa tantangan. Beberapa klien merasa cara Maya terlalu dominan dan tidak fleksibel.

Maya merasa dia bukan lagi pemenang. Sejenak, dia berusaha lari dari kemalangannya, menikmati udara sejuk dan pemandangan hijau perkebunan cabai di Jawa Barat. Perjalanan ini seakan menjadi terapi bagi hatinya yang sedang terluka. Di sini, dia bertemu Hendra, nama petani yang mirip pemain drakor Jo In Sung.

Hari ini, Maya datang lagi ke perkebunan cabai itu. Dia melihat Hendra dan memanggil namanya. Banyak pekerja di perkebunan itu yang memandang heran padanya saat dia memanggil nama Hendra. Maya tersenyum malu karena banyak mata yang memandangnya. Dia berlari menghampiri Hendra.

“Masih sedih,” tanya Hendra. Maya menggeleng. Dalam hatinya berkata, Melihat mahluk ganteng seperti ini, kesedihan sedalam apapun pasti akan hilang.

Hendra mengajak Maya berjalan-jalan di antara deretan tanaman cabai. Ibu-ibu yang sedang bekerja di sana, tersenyum dan menegur Maya, “Jalan-jalan, Neng.” Maya mengangguk. Tapi tak seorangpun menegur Hendra. Oh mungkin Hendra bos, jadi mereka sungkan, pikir Maya.

Setelah lelah berjalan, Maya dan Hendra duduk di atas tanah sambil bercerita tentang kehidupan masing-masing. Hendra bercerita tentang keluarganya yang sudah turun temurun mengelola perkebunan cabai, sementara Maya bercerita tentang perjuangannya membangun karier di Jakarta yang akhirnya hancur berantakan. Mendengar cerita Maya, Hendra menyemangatinya.
Hari demi hari mereka habiskan bersama, mulai dari memetik cabai hingga menikmati secangkir kopi hangat di warung kopi sekitar perkebunan. Bapak-bapak yang sedang menikmati kopi di sana tersenyum pada Maya. Maya mengambil kopi pesanannya lalu mengikuti Hendra duduk di bangku kosong di pojokan.

“Gak ngopi kang?” tanya Maya. Hendra menggeleng. Lalu mereka hanyut dalam obrolan yang seru tentang cabai.

“Tau tidak asalnya cabai dari mana? tanya Hendra.

“Indonesia!” sahut Maya dengan yakin.
“Bukan. Cabai asalnya dari Benua Amerika.”
“Oh ya?” Maya sedikit malu, mengaku pecinta cabai tapi tak tahu asalnya. Ah.

Tak hanya ahli dengan cabai, Hendra juga pandai melawak. Maya tertawa-tawa mendengar lawakannya. Bapak-bapak disekitarnya memperhatikan. Seorang bapak tersenyum pada Maya sambil berkata, “Jangan tertawa sendirian.” Ha ha ha, “Sendirian?” Mungkin bapak itu melihat Hendra yang hanya tersenyum tipis.

Masa liburan berakhir, dan Maya harus pulang!

Sebelum meninggalkan perkebunan, dia menyempatkan diri untuk pamit dengan petani muda yang mirip Jo In Sung itu. Namun ketika sampai di rumah Hendra, dia disambut seorang wanita cantik yang ramah. “Siapakah wanita cantik ini?” pikir Maya, perasaannya campur aduk antara penasaran dan cemas.

Wanita cantik itu mempersilahkan Maya masuk dan menawarkan kopi. Saat menunggu, Maya memperhatikan foto-foto di ruang tamu. Banyak foto Hendra dengan latar belakang perkebunan cabai. Wanita itu kembali dengan secangkir kopi, dan Maya memberanikan diri bertanya, “Ini siapa Teh?” sambil menunjuk foto Hendra.
“Oh, itu buyut saya.” jawab wanita cantik itu.
“Buyut?” Maya merasa ada yang tidak beres.
Wanita cantik itu menjelaskan, “Foto itu diambil beberapa dekade yang lalu. Buyut Hendra meninggal muda, tapi semangatnya tetap hidup di perkebunan ini. Kami selalu menjaga warisan dan mimpinya.

Maya langsung teringat keanehan-keanehan yang ditemui saat bersama Hendra. Ah… Dia jatuh cinta pada hantu petani ambisius yang mirip dengan pemain drakor Jo in Sung…

Maya tersenyum meninggalkan rumah Hendra. Walaupun Hendra sudah tiada, kehadirannya yang sangat singkat memberikan kekuatan baru untuk Maya memulai hidupnya kembali.

Karya Millaty
Sebagai penugasan di kelas webinar intensif Langkah Menulis Cerita Pendek untuk Pemula pada 25 Mei 2024.
Editor : Vanessa Natalie Aritonang